Solidernusantara.com // Kota Makassar, (Sulsel)_,
Aksi brutal kawanan “Mata Elang” atau debt collector yang merampas motor konsumen di jalanan secara semena-mena kian meresahkan warga.
Fenomena ini bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, melainkan telah menjadi teror nyata yang mencekik rasa aman warga.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen. Pol. Drs. Rusdi Hartono, M.Si.
diminta untuk segera mencabut akar praktik premanisme berkedok penarikan aset ini demi mengembalikan ketenangan Masyarakat Sulsel
dengan adanya kasus perampasan motor di jalanan oleh debt collector ilegal telah mencapai titik nadir.
Mereka beroperasi layaknya gerombolan penyamun, tak segan mengintimidasi, bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap pengendara motor yang tak berdaya.
Modus operandinya selalu sama: mencegat di tengah jalan, mengintimidasi dan tanpa prosedur hukum yang jelas, langsung merampas kendaraan.
“Kami sudah tidak tahan lagi, Motor saya dirampas dan mereka berlima dan memaksa saya ikut ke Kantornya dan saya di bonceng oleh salah satu orang yang mengaku dari BFI melewati tempat Sunyi dan gelap terpaksa saya Lompat dari motor karna takut, Sampai sekarang saya masih trauma kalau mengingat Debt Collector yang merampas motor saya, mereka s ” ujar RF salah satu korban, dengan suara bergetar.
Kesaksian pilu seperti ini telah menjadi santapan sehari-hari di berbagai media sosial dan aduan masyarakat.
Para debt collector yang atas namakan Perusahaan Pembiayaan BFI ini seringkali berdalih melaksanakan tugas dari perusahaan pembiayaan, namun dalam praktiknya, mereka jauh melampaui batas kewenangan.
Perampasan di jalan, tanpa putusan pengadilan, tanpa surat perintah eksekusi resmi dari fidusia, adalah tindakan ilegal dan murni kejahatan.
Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 secara tegas menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia harus melalui mekanisme pengadilan atau setidaknya adanya kesepakatan debitur untuk penyerahan sukarela. Namun, putusan ini kerap diabaikan dan bahkan diinjak-injak oleh para debt collector jalanan.
Masyarakat menuntut tindakan tegas dan terukur dari aparat kepolisian. Kapolda Sulsel harus segera memerintahkan jajarannya untuk menindak setiap “Mata Elang” yang beroperasi di luar koridor hukum.
Tangkap para pelakunya, proses secara hukum, dan beri sanksi seberat-beratnya agar ada efek jera. Jangan biarkan ruang gerak premanisme ini semakin merajalela.
Tidak cukup hanya penindakan, Kapolda juga perlu berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) untuk menertibkan perusahaan-perusahaan pembiayaan yang masih menggunakan jasa premanisme berkedok debt collector.
Jika perlu, bekukan izin operasional perusahaan yang terbukti secara sengaja atau membiarkan praktik-praktik ilegal ini terus berlangsung.
Menyikapi hal ini, Ketua umum Ormas BAMPI (Barisan Masyarakat Pinggiran Indonesia), Ullu Hasyim berharap Kapolda Sulsel tidak hanya sekadar mengeluarkan imbauan, tapi langsung melakukan tindakan nyata.
“Berantas habis Mata Elang ini sampai ke akar-akarnya. Kembalikan rasa aman kami di jalanan, bukankah Bapak Kapolri sendiri menyerukan pemberantasan Ormas yang berkedok premanisme, nah, ini debt colector jelas-jelas tindakannya sudah melebihi preman, Sebab perampasan kendaraan oleh debt collector dapat dilaporkan ke lembaga perlindungan konsumen. Perusahaan pembiayaan atau debt collector tidak boleh melakukan penarikan kendaraan secara paksa. Jika terjadi, konsumen berhak melaporkan kejadian tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN”, tegas Ketum BAMPI, Rabu (23 Juli 2025).
Situasi ini adalah ujian serius bagi penegakan hukum di Sulawesi Selatan.
Masyarakat menanti gebrakan nyata dari Kapolda Sulsel untuk memberantas praktik premanisme yang telah mencoreng wajah hukum dan merampas ketenangan warga.
Sekarang muncul persepsi publik, sampai kapan masyarakat harus hidup dalam bayang-bayang teror “Mata Elang” di jalanan sendiri? Kapolda, inilah saatnya bertindak.
Editor. : Uchenk
((Team Solider Group))